SEBUTAN TRAH KELUARGA JAWA

Posted on

SEBUTAN TRAH KELUARGA JAWA

Dalam Keluarga Jawa, biasanya anak menyebut orang tuanya dengan sebutan Bapak/Bapa dan Ibu/Biyung, sedang orang tuanya Ibu Bapak disebut Simbah atau Eyang. Lalu orang tuanya Simbah disebut apa..?
Berikut adalah istilah untuk level keturunan (ke bawah) dan level leluhur (ke atas) dalam Bahasa Jawa :

Moyang ke-18. Mbah Trah Tumerah
Moyang ke-17. Mbah Menya-menya
Moyang ke-16. Mbah Menyaman
Moyang ke-15. Mbah Ampleng
Moyang ke-14. Mbah Cumpleng
Moyang ke-13. Mbah Giyeng
Moyang ke-12. Mbah Cendheng
Moyang ke-11. Mbah Gropak Waton
Moyang ke-10. Mbah Galih Asem
Moyang ke-9. Mbah Debog Bosok
Moyang ke-8. Mbah Gropak Senthe
Moyang ke-7. Mbah Gantung Siwur
Moyang ke-6. Mbah Udheg-udheg
Moyang ke-5. Mbah Wareng
Moyang ke-4. Mbah Canggah
Moyang ke-3. Mbah Buyut
Moyang ke-2. Simbah, dalam bahasa Indonesia disebut Eyang
Moyang ke-1. Bapak / Simbok

KITA <====

Keturunan ke-1. Anak
Keturunan ke-2. Putu, dalam bahasa Indonesia disebut “cucu”
Keturunan ke-3. Buyut, dalam bahasa Indonesia disebut “cicit”
Keturunan ke-4. Canggah
Keturunan ke-5. Wareng
Keturunan ke-6. Udhek-Udhek
Keturunan ke-7. Gantung Siwur
Keturunan ke-8. Gropak Senthe
Keturunan ke-9. Debog Bosok
Keturunan ke-10. Galih Asem
Keturunan ke-11. Gropak waton
Keturunan ke-12. Cendheng
Keturunan ke-13. Giyeng
Keturunan ke-14. Cumpleng
Keturunan ke-15. Ampleng
Keturunan ke-16. Menyaman
Keturunan ke-17. Menya-menya
Keturunan ke-18. Trah tumerah.

Legenda Jaka Sangkrip dari Kebumen

Posted on

JAKA GUDIG
(Kisah Jaka Sangkrip dari Kebumen)
Oleh : Pekik Sasinilo

Di Kademangan Kutowinangun hiduplah seorang pemuda yang sangat sengsara namanya Jaka Gudig, ia menderita penyakit kulit yang sangat parah disekujur tubuhnya, sehingga sodara-sodaranya anak Ki Honggoyudha demang Kutowinangun, juga tidak senang kepadanya. Hidup Jaka Gudig tersia-sia, bahkan Jaka Gudig tidak diperbolehkan tidur di rumah, akhirnya Jaka Gudig tidur di sembarang tempat. Banyak warga sekitar yang juga tidak senang kepadanya, bukan karena sifatnya, tetati karena bau anyir yang keluar dari tubuhnya. Mereka berusaha menghindar atau menjauhi apabila berpapasan dengannya, bahkan mengolok-olok atau berusaha mencelakianya. Meskipun sebenarnya ia adalah pemuda yang baik hati dan suka menolong.
Pada suatu hari gerombolan berandalan Pemuda Pakacangan yang biasa membuat onar merampok, mabuk-mabukan, merampok gadis dan lemah yang mereka hadang. Melihat hal tersebut Jaka Gudig berusaha memperingatkan. Tetapi pemuda berandalan tidak terima, maka terjadilah pertarungan dengan Jaka Gudig yang dikeroyok. Gerombolan berandalan dapat dikalahkan. Sambil melarikan diri mereka menghina dan mengancam dengan penuh dendam. Jaka Gudig berhasil menyelamatkan gadis dan lemah.
Ternyata gadis tersebut tersebut, bukannya berterimakasih, akan tetapi malah menghina Jaka Gudig. Orang-orang yang melihat peristiwa itu sebagian juga menyalahkan Jaka Gudig. Orang-orang mengkhawatirkan adanya serangan ke Kutowinangun sebagai buntut dari pekelahian itu.
Ada seseorang yang bersimpati pada Jaka Gudig dan mengajaknya singgah di gubugnya. Jaka Gudig mengungkapkan kepiluan hatinya. Orang tersebut sangat prihatin mengetahui nasib Jaka Gudig, dan menyarankan Jaka Gudig pergi menyingkir dari Kutowinangun untuk bertapa di gunung Geyong Panjer.
Dalam pengembaraanya Jaka Gudig sampailah di Gunung Geyong Panjer. Pada saat bertapa Jaka Gudig didatangi seorang pertapa sakti yang memberinya petunjuk agar bertapa didalam perut kerbau. Setelah sadar Jaka Gudig bingung bagaimana mungkin bisa masuk kedalam perut kerbau.
Sementara itu pemuda Pakacangan, mengadukan permasalahannya pada demang Pakacangan. Ki Demang Pakacangan terhasut oleh pengaduan para pemuda berandalan, dan melancarkan serangan ke Kademangan Kutowinangun. Terjadilah pertempuran antara Kademangan Pakacangan dengan Kademangan Kutowinangun. Karena Kutowinangun tidak tahu akan adanya serangan maka Kutowinangun berhasil dikuasai Demang Pakacangan. Ki Demang Kutowinangun melarikan diri ke utara di gunung Kenap. Ki Demang Pakacangan memerintah Kutowinangun dengan sewenang-wenang, sehingga Kutowinangun terjadi kekacauan yang dahsyat, akibat dari keberandalan anak buah demang Pakacangan, yang menteror warga desa dengan segala bentuk kejahatan dan kekerasan.
Pengembaraan Jaka Gudig sampai di rumah Ki Rejotani yang memiliki empat ekor kerbau, salah sekor kerbaunya adalah kerbau bule. Rejotani memiliki seorang putri cantik bernama Pandan Wangi .Pada saat Jaka Gudik berada di kandang kerbau memikirkan bagaimana cara masuk ke perut kerbau, tiba-tiba Jaka Gudig didatangi pertapa sakti yang mendatanginya saat bertapa di Gunung Geyong. Antara sadar dan tidak, Jaka Gudig di bopong pertapa sakti dan direbahkan diatas punggung kerbau bule. Aneh, secara tiba-tiba Jaka Gudig merasa telah berada didalam perut kerbau. Selama berada di dalam perut kerbau Jaka Gudig mengalami perasaan nyaman yang luar biasa, tidak merasa lapar dan tidak merasa sakit.
Sementara itu pada saat tidur Rejotani mendapatkan mimpi didatangi pertapa sakti, dan diperintah untuk menggali tanah di bawah pohon Lo dibelakang rumahnya. Keesokan harinya dengan dibantu putrinya, Pandan Wangi, Ki Rejatani mulai menggali tanah pekarangan dibawah pohon Lo dibelakang rumahnya. Aneh saat menggali tanah tersebut, timbul mata air yang semakin lama semakin melebar hingga terbentuklah sebuah sendang.
Pada malam hari berikutnya Ki Suratani saat tidur bermimpi didatangi lagi oleh seorang pertapa sakti, yang membertahukan kalau tidak ada orang yang boleh mandi di sendang kecuali seorang pemuda yang bernama Jaka Gudig dan meritahkan untuk memotong kerbaunya yang bule untuk selamatan.
Maka pagi harinya Ki Rejotani memotong Kerbau bulenya. Pada saat akan membelah perut kerbau, tiba-tiba dari dalam perut terdengar suara Jaka Gudig yang miminta Ki Rejotani untuk berhati-hati karena didalam perut kerbau ada seorang manusia yang mengaku bernama Jaka Gudig. Ki Rejotani terkejut, teringat akan mimpinya, maka dengan hati-hati dibelahnya perut kerbau tersebut. Benar ternyata didalamnya ada pemuda yang dalam keadan lemah. Oleh Ki Rejotani pemuda tersebut kemudian dimandikan di Sendang sesuai pesan dalam mimpinya. Setelah dimandikan, maka tampaklah seorang pemuda tampan, yang tidak berpenyakit kulit.
Beberapa hari berikutnya Jaka Gudig dirawat oleh Ki Rejatani dan putrinya Pandan Wangi.dengan penuh kasih sayang. Putri Pandan Wangi terpikat dengan kejujuran dan kebaikan hati Jaka Gudig. Meskipun mendapatkan olok-olokan dari teman-teman sesama gadis di desanya, karena Jaka Gudig yang berasal dari perut kerbau. Hal tersebut tidak menyurutkan rasa cinta Pandan Wangi pada Jaka Gudig. Pandan Wangi dan Jaka Gudig akhirnya saling jatuh cinta . Setelah beberapa hari kemudian Jaka Gudig berpamitan untuk melanjutkan pengembaraannya.
Perjalanan Jaka Gudig sampai di Karangbolong, yaitu goa Menganti. Pada saat Jaka Gudig bertapa di Gua Menganti mendapat gangguan dari siluman-siluman penjaga goa yang menyeramkan, tetapi Jaka Gudig berhasil menaklukkan mereka. Akhirnya Jaka Gudig ditemui oleh Kyai Kerta Penguasa gua Menganti yang memberi sebuah cemethi pusaka. Oleh Kyai Kerta Jaka Gudig diperintahkan untuk bertapa di hutan Moros.
Jaka Gudig menuruti perintah Kyai Kerta bertapa di hutan yang terkenal sangat angker. Saat bertapa Jaka Gudig diserang oleh Raksasa Kera Putih bernama Kombangaliali.. Dalam pertarungan ini Jaka Gudig hampit terkalahkan, beruntung dia membawa Cemethi Kyai Kerta. Raksasa Kera Putih berhasil ditundukkan. Kombangaliali sebenarnya utusan Ratu Pantai selatan yang ditugaskan untuk menguji Jaka Gudig. Kombangaliali menceritakan asal muasal Jaka Gudig dam member sebuah tombak pusaka dari Ratu Pantai Selatan. Dari raksasa Kombangaliali Jaka Gudig jadi tahu kalau dia bukan anak demang Kutowinangun, tapi anak Pangran Puger yang bergelar Kanjeng Susuhunan Pakubuana I dari Nagari Kartasura, dengan ibunya, putri dari Kademangan Warganayan. Oleh Ratu Pantai Selatan Jaka Gudig diberi nama Surawijaya.
Akhirnya Jaka Gudig pulang menemui ibunya, maka terjadilah pertemuan yang mengharukan antara ibu, anak dan Kakeknya Ki Warganaya.
Beberapa saat kemudian datanglah anak demang Kutowinangun yang mengabarkan kalau Kutowinangun di kuasai demang Pekacangan, sedangkan Ayahnya mengungsi sampai di Gunung Kenap.
Atas saran Kakeknya Ki Demang Warganaya, Jaka Gudig seorang diri maju menghadapi Demang Pekacangan . Terjadilah pertarungan seru antara Jaka Gudig melawan Prajurit Pekacangan. Akhirnya Demang Pekacangan dapat ditundukkan, dan kembali ke Pakacangan.
Jaka Gudig menjemput Ayah angkatnya di pengungsian. Dengan suka cita Ki Honggayuda kembali ke Kademangan Kutowinangun .

Kebumen, 19 Mei 2010.
Catatan kaki:
Pangeran Puger-kanjeng susuhunan pakubuwana I ing nagari kartosura
Joko Gudig=surowijoyo
Honggayuda-redi kenap
Demang prawiragati pakacangan
Karangbolong-gua menganti- 7hari7malam-kyai Kreta-cemethi
Rejatani-kebobule- 45 hari.Wana moros-wanara seta-kombangaliali-tombak ratu pantai selatan-

Sumber :http://sangpekik.blogspot.com/2010/06/kisah-legenda_24.html

Macapat

Posted on

Ada *11* fase kehidupan manusia dalam falsafah Jawa sbb :

*1. Maskumambang*

Simbol fase ruh/kandungan di mana kita masih “mengapung” atau “kumambang” di alam ruh dan kemudian di dalam kandungan yang gelap.

*2. Mijil*

Mijil artinya keluar. Ini adalah fase bayi, dimana kita mulai mengenal kehidupan dunia. Kita belajar bertahan di alam baru.

*3. Sinom*

Sinom adalah masa muda, masa dimana kita tumbuh berkembang mengenal hal2 baru.

*4. Kinanthi*

Ini adalah masa pencarian jati diri, pencarian cita2 dan makna diri.

*5. Asmaradhana*

Fase paling dinamik dan ber-api2 dalam pencarian cinta dan teman hidup.

*6. Gambuh*

Fase dimulainya kehidupan keluarga dengan ikatan pernikahan suci (gambuh). Menyatukan visi dan cinta kasih

*7. Dhandang Gula*

Ini adalah fase puncak kesuksesan secara fisik dan materi (dhandang = bejana). Namun selain kenikmatan gula (manisnya) hidup, semestinya diimbangi pula dengan kenikmatan rohani dan spiritual.

*8. Durma*

Fase dimana kehidupan harus lebih banyak didermakan untuk orang lain, bukan mencari kenikmatan hidup lagi (gula). Ini adalah fase bertindak sosial. *Dan berkumpul dengan teman2 seperjuangan, bersosialisasi.

*9. Pangkur*

Ini adalah fase uzlah (pangkur-menghindar), fase menyepi, fase kontemplasi, mendekatkan diri kepada Gusti Allah. Menjauhkan diri dari gemerlapnya hidup.

*10. Megatruh*

Ini fase penutup kehidupan dunia, dimana Ruh (Roh) meninggalkan badan (megat: memisahkan). Fase awal dari perjalanan menuju keabadian.

*11. Pucung*

Fase kembali kepada Allah, Sang Murbeng Dumadi, Sangkan Paraning Dumadi. Diawali menjadi pocung (jenazah), ditanya seperti lagu pocung yang berisi pertanyaan. Fase menuju kebahagiaan sejati, bertemu dengan yang Mahasuci.

*_Panjenengan di tahap mana?_*
semoga bermanfaat…sekedar mengingat kan kembali..mugi manfaat🙏

*Wong jawa ora ilang jawane*

Dongeng Pygmalion

Posted on

Hukum Pygmalion – Hukum Berpikir Positif

Pygmalion adalah seorang pemuda yang berbakat seni memahat. Ia sungguh piawai dalam memahat patung. Karya ukiran tangannya sungguh bagus.Tetapi bukan kecakapannya itu menjadikan ia dikenal dan disenangi teman dan tetangganya.

Pygmalion dikenal sebagai orang yang suka berpikiran positif. Ia memandang segala sesuatu dari sudut yang baik.

Apabila lapangan di tengah kota becek, orang-orang mengomel. Tetapi Pygmalion berkata, “Untunglah, lapangan yang lain tidak sebecek ini.”
Ketika ada seorang pembeli patung ngotot menawar-nawar harga, kawan- kawan Pygmalion berbisik, “Kikir betul orang itu.” Tetapi Pygmalion berkata, “Mungkin orang itu perlu mengeluarkan uang untuk urusan lain yang lebih perlu”.
Ketika anak-anak mencuri apel dikebunnya, Pygmalion tidak mengumpat. Ia malah merasa iba, “Kasihan,anak-anak itu kurang mendapat pendidikan dan makanan yang cukup di rumahnya.”

Itulah pola pandang Pygmalion. Ia tidak melihat suatu keadaan dari segi buruk, melainkan justru dari segi baik. Ia tidak pernah berpikir buruk tentang orang lain; sebaliknya, ia mencoba membayangkan hal-hal baik dibalik perbuatan buruk orang lain.

Pada suatu hari Pygmalion mengukir sebuah patung wanita dari kayu yang sangat halus. Patung itu berukuran manusia sungguhan. Ketika sudah rampung, patung itu tampak seperti manusia betul. Wajah patung itu tersenyum manis menawan, tubuhnya elok menarik. Kawan-kawan Pygmalion berkata, “Ah,sebagus-bagusnya patung, itu cuma patung, bukan isterimu.” Tetapi Pygmalion memperlakukan patung itu sebagai manusia betul. Berkali-kali patung itu ditatapnya dan dielusnya. Para dewa yang ada di Gunung Olympus memperhatikan dan menghargai sikap Pygmalion, lalu mereka memutuskan untuk memberi anugerah kepada Pygmalion,yaitu mengubah patung itu menjadi manusia betul. Begitulah, Pygmalion hidup berbahagia dengan isterinya itu yang konon adalah wanita tercantik di seluruh negeri Yunani.

Nama Pygmalion dikenang hingga kini untuk mengambarkan dampak pola berpikir yang positif. Kalau kita berpikir positif tentang suatu keadaan atau seseorang, seringkali hasilnya betul-betul menjadi positif.

Misalnya,
* Jika kita bersikap ramah terhadap seseorang, maka orang itupun akan menjadi ramah terhadap kita.
* Jika kita memperlakukan anak kita sebagai anak yang cerdas, akhirnya dia betul-betul menjadi cerdas.
* Jika kita yakin bahwa upaya kita akan berhasil, besar sekali kemungkinan upaya dapat merupakan separuh keberhasilan.

Dampak pola berpikir positif itu disebut dampak Pygmalion.
Pikiran kita memang seringkali mempunyai dampak fulfilling prophecy atau ramalan tergenapi, baik positif maupun negatif.

Kalau kita menganggap tetangga kita judes sehingga kita tidak mau bergaul dengan dia, maka akhirnya dia betul-betul menjadi judes.
* Kalau kita mencurigai dan menganggap anak kita tidak jujur,akhirnya ia betul-betul menjadi tidak jujur.
* Kalau kita sudah putus asa dan merasa tidak sanggup pada awal suatu usaha, besar sekali kemungkinannya kita betul-betul akan gagal.

Pola pikir Pygmalion adalah berpikir, menduga dan berharap hanya yang baik tentang suatu keadaan atau seseorang. Bayangkan, bagaimana besar dampaknya bila kita berpola pikir positif seperti itu. Kita tidak akan berprasangka buruk tentang orang lain.

Kita tidak menggunjingkan desas-desus yang jelek tentang orang lain. Kita tidak menduga-duga yang jahat tentang orang lain.

Kalau kita berpikir buruk tentang orang lain, selalu ada saja bahan untuk menduga hal-hal yang buruk. Jika ada seorang kawan memberi hadiah kepada kita, jelas itu adalah perbuatan baik. Tetapi jika kita berpikir buruk,kita akan menjadi curiga, “Barangkali ia sedang mencoba membujuk,” atau kita mengomel, “Ah, hadiahnya cuma barang murah.” Yang rugi dari pola pikir seperti itu adalah diri kita sendiri.Kita menjadi mudah curiga. Kita menjadi tidak bahagia. Sebaliknya, kalau kita berpikir positif, kita akan menikmati hadiah itu dengan rasa gembira dan syukur, “Ia begitu murah hati. Walaupun ia sibuk, ia ingat untuk memberi kepada kita.”

Warna hidup memang tergantung dari warna kaca mata yang kita pakai.

* Kalau kita memakai kaca mata kelabu, segala sesuatu akan tampak kelabu. Hidup menjadi kelabu dan suram. Tetapi kalau kita memakai kaca mata yang terang, segala sesuatu akan tampak cerah. Kaca mata yang berprasangka atau benci akan menjadikan hidup kita penuh rasa curiga dan dendam.Tetapi kaca mata yang damai akan menjadikan hidup kita damai.

Hidup akan menjadi baik kalau kita memandangnya dari segi yang baik. Berpikir baik tentang diri sendiri. Berpikir baik tentang orang lain. Berpikir baik tentang keadaan. Berpikir baik tentang Tuhan.

Dampak berpikir baik seperti itu akan kita rasakan. Keluarga menjadi hangat. Kawan menjadi bisa dipercaya. Tetangga menjadi akrab. Pekerjaan menjadi menyenangkan. Dunia menjadi ramah. Hidup menjadi indah. Seperti Pygmalion, begitulah.

Semoga bisa jadi bahan pencerahan hidup.

Di share dari “Sky_Shield”

WEJANGAN SUNAN KALI JAGA DAN PANEMBAHAN SENOPATI MENGGUNCANG ISTANA DASAR SAMUDRA

Posted on Updated on

Setiap kehidupan yang mawana tentu mempunyai alamnya masing masing…baik itu kehidupan mahkluk didaratan diudara maupun dilautan…masing masing dengan dunianya..(alamnya)….tiadalah kita mengetahui ..bagaimana hakekat dari suatu keadaan kehidupan mahkluk mahkluk tersebut tanpa kita menyelami dan memasuki alam dari kehidupannya itu…didalam olah kepribadian..diterangkan….jika hakekat seluruh alam adalah diri kita..maka tiada yang diluar itu…memahami yang dluar itu hakekatnya adalah memahami yang di dalam diri ini……owah gingsirnya bathin kita sangat berpengaruh pada kehidupan ARASY-mikro dan makro-kosmos ..jagad agung ..jagad alit..dialam raya ini….menyelam sedalam dalamya kedalam samudra minang kalbu..yang didalamnya terdapat beraneka ragam kehidupan mikro makro kosmos mahkluk segenap sagung dumadi…mencebur kedalamnya dan luruh bagai menyatu mampu lebur didalam setiap kehidupan..betapa kita semakin mampu mengenal diri kita yang hakekatnya adalah hidup didalam semua kahanan…setiap sesuatu yang nampak dihadapan kita ..hakekatnya gambaran pancaran wujud dari sebagian pribadi kita yang nampak …bagai bercermin didalam diri …CERMIN DIRI akan kembali memantulkan biasnya sesuai dengan owah gingsirnya bathin kita……PANEMBAHAN SENOPATI….mencapai puncak sholatul ilmi-nya…..ketika beliau tafakur dan tadabur….terkenal dengan istilah SEDAKEP SALUKU TUNGGAL….mencapai kehampaan diri dan menemukan hakekat hidup yg sebener benernya tentang DIRI dan PRIBADI……….yang mampu mengguncang istana DASAR SAMUDRA BIRU…
 


WAHYU PANEMBAHAN SENOPATI

Setelah bersemedi di tengah samudera pantai Parangritis memohon kepada Gusti Allah agar dirinya diizinkan untuk menjadi raja di tanah jawa, Senopati lalu berjalan di atas air menuju darat, jalannya bagaikan berjalan diatas tanah saja hebatnya selama bersemedi ditengah samudera badannya tidak basah walau diterjang ombak berkali-kali. Begitu dekat dengan bibir pantai alangkah terkejutnya dia melihat Sunan Kalijaga berdiri disana. Dia lalu bersujud dan memohon ampun karena telah berani menyombongkan diri dengan ilmunya itu..
 
 Sunan Kalijaga lalu berkata “Bangunlah hai putera Ki Gede Pamanahan, janganlah menuruti kelemahan hati yang menyuarakan keserakahan, enyahkanlah bisikan setan itu, bangkitlah hai murid Jaka Tingkir!”. Senopati lalu bangkit, Sunan Kalijaga kemudian bertanya padanya “apakah benar kau sangat ingin menjadi raja yang menguasai tanah jawa ini?”, Senopati mengangguk perlahan, Sunan Kalijaga bertanya lagi “meskipun itu berati kau harus berhadapan dengan guru sekaligus ayah angkatmu Sultan Hadiwijaya dan berperang dengan seluruh negeri Pajang yang selama ini menjadi negeri tumpah darahmu dan tempat alamrhum ayahmu mengabdi?”, Senopati lalu menundukan kepalanya, tubuhnya berguncang, air matanya meleleh lalu pelan berkata “Hamba selalu memohon petunjuk kepada Gusti Allah namun belum mendapatkan petunjuknya, mungkin Gusti Allah memberikan petunjuknya lewat Kanjeng Sunan”, Sunan Kalijaga tersenyum lalu kembali membuka mulutnya “Baiklah Senopati akan kuberikan pelajaran yang amat tinngi dari Kanjeng Rasul untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat”..
 
Sunan Kalijaga menghela nafas sebelum memberikan wejangannya, lalu sambil duduk diatas sebuah batu karang dia memulai wejangannya kepada Senopati “Perang itu sesungguhnya hanyalah suatu alat penghancur untuk menghilangkan kerusakan yang disebabkan oleh kebhatilan, diganti dengan yang baru. Timbulnya suatu peradaban itu adalah karena perombakan dar yang silam yang manusia rusak sendiri. Agama Islam lahir sebagai agama penutup, tidak akan ada lagi agama yang diridhai oleh Gusti Allah selain Islam, Kitab suci Al Qur’an lahir sebagai pelengkap dari semua kitab suci sebelumnya yaitu Taurat, Zabur, dan Injil. Memang sudah menjadi takdir Hyang Maha Kuasa kalau semua pemeluk kitab sebelum Al Qur’an itu akan selalu memusuhi para pemeluk agama Islam jika mereka menolak untuk masuk Islam, dan diantara para pemeluk Islam pun akan selalu muncul perbedaan, hal itu dikarenakan terbatasnya daya berpikir manusia yang tidak akan pernah bisa menyingkap takdir Illahi”..
 
Sambil memandang ke arah laut Sunan Kalijaga menyedekapkan tangannya lalu melanjutkan ucapannya “Tanpa persengketaan manusia tidak akan bergairah untuk hidup lebih maju. Tanpa perangpun semua mahluk akan menemui ajal yang telah digariskan. Setelah itu diganti dengan manusia yang baru untuk meneruskan sisa pekerjaan yang telah mati. Demikianlah seterusnya seperti alam raya yang terus bergerak gberputar tak pernah diam, demikian pula pikiran manusia setiap detik bergerak terus tak pernah berhenti. Manusia sebagai tempat roh akan mengalami masa bayi, kanak-kanak, dewasa sampai kemudian mati, bagi yang tawakal berserah diri kepada Gusti Allah tidak akan goncang hatinya. Walaupun tidak perang, alam akan merusak dan menghancurkan kehidupan agar manusia menjadi sadar, bahwa dia tak berkuasa apa-apa di dunia ini. Pandanglah kehidupan di sekitar kesultanan Pajang anakku, mereka itu adalah manusia-manusia yang tak menyadari asalnya dan diperbudak oleh khayalan. Perjalan hidup manusia tidak bisa tetap, bagaikan alam, ada terang dan gelap, ada panas dan dingin, berubah-ubah sesuai kehendak Hyang Maha Kuasa. Usia hidup dialam ini kasar ini tak ubahnya seperti kedipan mata cepatnya bila dibandingkan dengan usia alam yang berjuta-juta tahun. Oleh sebab itu terimalah segala derita ataupun semua cobaan dengan ikhlas nerima kepada yang telah digariskan oleh Gusti Allah.”.
 
 Sunan Kalijaga lalu mengelus-elus jenggotnya “Atma atau roh itu tak dapat dihancurkan dengan kekuatan apapun, tak dapat dilihat, tak dapat dipikirkan, tak bisa berubah sifatnya. Tak bisa dibunuh walaupun jasad yang menjadi temaptnya bersemayam dihancurkan. Semua mahluk pada permulaannya tidak tampak, setelah melalui nafsu birahi antara pria dan wanita diasatukan, barulah dibentuk dalam rahim. Setelah dilahirkan barulah nampak, semenjak kecil hingga tua bangka, mereka tak menyadari bahwa mereka berasal dari tak tampak yaitu tiada. Kematian menjadi momok ketakutan bagi yang tak mengenal atmanya. Orang seringkali memperbincangkan tentang roh, meskipun demikian hanya beberapa orang saja yang mengerti pada sifat abadi itu. Ada dan tiada sama saja bagi siapa yang sesungguhnya mengetahui sajatining kebenaran. Yang menguasai manusia dialam lahir ilaha pancaindra, sedangkan Atma adalah pendukung raga seluruhnya. Lahirnya pancaindra setelah menjelma menjadi manusia, sedangkan atma sudah ada sebelum manusia lahir kedunia. Tetapi janganlah menyekutukan atma dan pancaindra, karena didalam pancaindra itu terdapat nafsu-pikiran, itikad persaan dan akal. Siapa yang beritikad baik pikirannyapun akan tenang, nafsunya dapat terkendalikan, perasaannya akan lebih tajam, dan akalnyapun akan lebih cerdas. Siapa yang dapat mengendalikan seluruh panca indranya dan memusatkan akal budinya terhadap atma untuk bersujud berserah diri kepada Illahi, dialah yang akan menemukan kebahagiaan sejati nan abadi dunia-akhirat. Illahi adalah yang tak ada habis-habisnya dan tertinggi yang meniptakan alam semesta dengan segala isinya, Adhi Atma adalah roh suci yang bersemayam dalam diri manusia, setan adalah nafsu negatif yang menimbulkan nafsu keduniawian. Siapa yang mengingat bahwa Gusti Allah adalah yang paling esa berkuasa, maka dialah yang mengetahui kebenaran..
 
Deru ombak menggetarkan tempat itu, semakin lama semakin pasang, namun Sunan Kalijaga meneruskan wejangannya ” Orang yang sempit pikirannya menganggap Illahi itu hanya bersifat tidak kelihatan dan beranggapan Illahi itu omong kosong belaka yang tidak masuk akal, padahal Illahi ada dimana-mana dalam segala bentuk dan kekal sifatnya yang memberikan daya berpikir pada seluruh manusia. Bukan Ilmu ataupun kesaktian fisik yang bisa menuntun kejalan yang manunggal di Jalan Illahi, karena ilmu tanpa disertai budi, dan kesaktian lahir adalah kesombongan dan kemurkaan. Dia yang beriman, bertaqwa, dan bertwakal kepadanya dan berikhtiar mempersatukan dia dengan Illahi sambil menjalankan kebajikan, dan menyebarkan ajaran Illahi dia akan mencapai sifat yang diridhai Gusti Allah untuk menjadi Khalifah Umatnya. Apa yang disebut prikebajikan adalah rendah hati, jujur, sabar, dapat melepaskan pikiran dan hawa nafsu keduniawian, dan tidak menyimpan kebencian. siapa yang melihat bahwa benda yang saling bunuh dan bukan rohnya, siapa yang mengakui segala yang terjadi akibat kesalahannya sendiri dialah yang nerima. Bangkitlah engkau Senopati anakku! Kalahkanlah semua musuh-musuhmu! Karena engkau adalah alat untuk melenyapkan angkara murka dan membentuk kehidupan yang baru di tanah jawa ini! .
 
Sesungguhnya tanpa peranmu pun orang-orang Pajang yang berlindung dibawah kekuasaan Sultan Hadiwijaya sudah mati, karena diliputi oleh benci dan dendam. Mereka orang-orang yang berlindung dibawah kekuasaan Sulta Hadiwijaya untuk melampiaskan hasrat serakahnya seperti serigala-serigala yang terkurung api, sebentar lagi hangus terbakar. Janganlah bersedih hati menghadapi ujian ini Senopati, semua yang kukatakan ini adalah Ilapat dari Gusti Allah demi memberimu petunujuk atas permohonanmu kepada Gusti Allah siang dan malam, wahyu keprabon untuk memimpin umat di tanah jawa ini telah berpindah dari Sultan Hadiwijaya kepadamu karena Pajang telah rusak oleh orang-orang yang serakah. Namun ketahuilah Mataram akan berumur pendek dari mulai engkau, anak dan cucumu, cucumu akan menjadi raja yang sangat kaya, mataram akan mencapai puncak kejayaannya, namun Mataram akan rusak oleh cicitmu karena bersekutu dengan orang-orang asing bertubuh tinggi-besar, berkulit putih, berambut seperti rambut jagung yang akan menyengsarakan seluruh umat di tanah jawa ini. kerusakan Mataram akan ditandai dengan muculnya bintang kemukus setiap malam, sering terjadi gerhana matahari dan gerhana bulan, Gunung Merapi sering bergolak dahsyat”..
 
Senopati mengankat kepalanya “Yang kanjeng Sunan wejangkan benar-benar meresap dalam sanubariku, hamba bersyukur ternyata Gusti Allah mengabulkan permohonan Hamba dan alamarhum ayahanda. Namun yang belum saya mengerti mengapa di jagat ini begitu banyak aliran kepercayaan?”
Sunan Kalijaga Menjawab ” Sumbernya hanya satu seperti sumber air gunung yang sangat bersih tanpa ada kotoran mengalir kebawah. Lalu beranak sungai dihulu, dialirkan kesetiap arah untuk dipergunakan macam-macam keperluan seperti minum, mencuci, mengairi sawah, dan lain-lain sehingga kotor sulit dibersihkan kembali. Begitupun pengertian tentang Tuhan, siapa yang memuja Allah SWT dia akan pergi kepada Gusti Allah, siapa yang memuja Dewa dia akan pergi kepada Dewa, siapa yang memuja Jin dia akan pergi kepada Jin, siapa yang memuja Leluhur dia akan Pergi kepada Leluhurnya. Namun tetaplah semua akan kembali kepada satu sumbernya yaitu sang maha pencipta Gusti Allah SWT, La Illa Haillallah tiada tuhan selain Allah. Ada pula orang-orang yang menyerahkan hartanya sebagai bakti kepada Illahi, Namun dibalik hatinya ia meminta kembalinya yang lebih besar, itu namanya murka, ada orang yang berpura-pura memuja Illahi nmun mengharapkan upah, dia tidak akan sampai kepada Illahi. Begitulah pengertian tentang Tuhan, diolah beraneka ragam hasil pengertian akal tanpa budi, iman, dan Taqwa. Tidak demikian dengan orang yang beriman dan bertaqwa, dia akan terus menuju mencari sumbernya. Dia tidak akan terpengaruh oleh kesibukan dan nikmat duniawi yang tercipta darisetan pembawa hawa nafsu yang merusak. Dia akan senantiasa tenang, karena ia sadar bahwa semua pergolakan disebabkan oleh setan. Bagaikan orang yang berjalan di lorong gelap gulita yang menemukan pelita, demikianlah orang yang berserah diri kepada Gusti Allah SWT”..
 
Senopati lalu bangun, Sunan Kalijaga lalu mengajaknya pulang ke Kota Gede “Mari anakku aku ingin melihat rumahmu dan kota yang telah engkau bangun”, Senopati menjawab “Mari kanjeng Sunan”. Setelah sampai Sunan Kalijaga memerintahkan Senopati untuk memagari rumahnya dan membangun tembok dari batu bata disekitar Kota Gede dengan memberi petunjuk lewat air doanya “Senopati anakku, bila kelak engkau hendak membangun tembok benteng Kota Gede ikutilah tempat dimana aku mengikuti air tadi, nah selamat tinggal anakku, aku hedak pulang ke Kadilangu”. Senopati lalu membangun tembok kota mengikuti saran yang Sunan Kalijaga sampaikan. Wejangan itupun diresapinya hingga kelak tiba saatnya ia menjadi raja sekaligus penyebar agama islam di tanah jawa ini..
 
PUPUH II

S I N O M

01
Nulada laku utama, tumrape wong Tanah Jawi, Wong Agung ing Ngeksiganda, Panembahan Senopati, kepati amarsudi, sudane hawa lan nepsu, pinesu tapa brata, tanapi ing siyang ratri, amamangun karenak tyasing sesama.

(Contohlah perbuatan yang sangat baik, bagi penduduk di tanah Jawa, dari seorang tokoh besar Mataram, Panembahan Senopati, berusaha dengan kesungguhan hatinya, mengendapkan hawa nafsu, dengan melakukan olah samadi, baik siang dan malam, mewujudkan perasaan senang hatinya bagi sesama insan hidup)

02
Samangsane pesasmuan, mamangun martana martani, sinambi ing saben mangsa, kala kalaning asepi, lelana teki-teki, nggayuh geyonganing kayun, kayungyun eninging tyas, sanityasa pinrihatin, puguh panggah cegah dhahar, lawan nendra.

(Saat berada dalam pertemuan, untuk memperbincangkan sesuatu hal dengan kerendahan hati, dan pada setiap kesempatan, di waktu yang luang mengembara untuk bertapa. Dalam mencapai cita-cita sesuai dengan kehendak kalbu, yang sangat didambakan bagi ketentraman hatinya. Dengan senantiasa berprihatin, dan memegang teguh pendiriannya menahan tidak makan dan tidak tidur.) 

03
Saben nendra saking wisma, lelana laladan sepi, ngisep sepuhing supana, mrih pana pranaweng kapti, titising tyas marsudi, mardawaning budya tulus, mese reh kasudarman, neng tepining jala nidhi, sruning brata kataman wahyu dyatmika.

(Setiap kali pergi meninggalkan rumah (istana), untuk mengembara di tempat yang sunyi. Dengan tujuan meresapi setiap tingkatan ilmu, agar mengerti dengan sesungguhnya dan memahami akan maknanya, Ketajaman hatinya dimanfaatkan guna menempa jiwa, untuk mendapatkan budi pikiran yang tulus, Selanjutnya memeras kemampuan (acara untuk mengendalikan pemerintahan, dengan memegang teguh pada satu pedoman) agar mencintai sesama insan. (Pengerahan segenap daya olah semedi) dilakukannya di tepi samudra. Dalam semangat bertapanya, yang akhirnya mendapatkan anugerah Illahi, dan terlahir berkat keluhuran budi)

04
Wikan wengkoning samodra, kederan wus den ideri, kinemat kamot hing driya, rinegan segegem dadi, dumadya angratoni, nenggih Kanjeng Ratu Kidul, ndedel nggayuh nggegana, umara marak maripih, sor prabawa lan Wong Agung Ngeksiganda.

(Setelah mengetahui yang terkandung dalam samudra, dengan berjalan mengelilingi sekitarnya, merasakan kesungguhan yang terkandung di dalam hatinya. Untuk dapat digenggam, sehingga berhasil menjadi raja. Tersebutlah Kanjeng Ratu Kidul keluar menjulang mencapai angkasa, mendekati datang menghadap dan memohon dengan suara halus, karena kalah wibawa dengan tokoh besar dari Mataram) 

05
Dahat denira aminta, sinupeket pangkat kanci, jroning alam palimunan,  ing pasaban saben sepi, sumanggem anjanggemi, ing karsa kang wus tinamtu, pamrihe mung aminta, supangate teki-teki, nora ketang teken janggut suku jaja.

((Kanjeng Ratu Kidul) memohon dengan sangat, untuk dapat mempererat hubungan dalam kedudukannya di alam ghaib. Pada saat sedang mengembara di tempat yang sunyi, ia selalu bersedia dan tidak akan ingkar janji, terhadap kehendak (Kanjeng Senopati) yang telah ditentukannya. Yang diharapkannya hanyalah memohon ridho-NYA berkat olah tapanya, meskipun harus bersusah payah membanting tulang.)  

06
Prajanjine abipraja, saturun-turun wuri, Mangkono trahing ngawirya, yen amasah mesu budi, dumadya glis dumugi, iya ing sakarsanipun, wong agung Ngeksiganda, nugrahane prapteng mangkin, trah tumerah darahe pada wibawa.

((Kanjeng Ratu Kidul) berjanji dan berikrar, bahwa hingga keturunannya (Kanjeng Panembahan Senopati) kelak dikemudian hari. Demikianlah keturunan bangsawan besar, bila sedang menempa diri untuk mencapai kesempurnaan budi/batin. Tentu akan berhasil dan cepat terkabul, apa saja yang dikehendakinya. Tokoh besar Mataram, anugerahnya masih tampak hingga kini, Turun temurun keturunannya mulia dan berwibawa.)

07
Ambawani tanah Jawa, kang padha jumeneng aji, satriya dibya sumbaga, tan lyan trahing Senapati, pan iku pantes ugi, tinelad labetanipun, ing sakuwasanira, enake lan jaman mangkin, sayektine tan bisa ngepleki kuna.

(Yang memerintah di tanah Jawa menjadi raja, para ksatria yang melebihi daripada yang lain. Mereka tidak lain adalah keturunan Panembahan Senopati, yang pantas untuk dijadikan panutan dalam perbuatan baiknya. Disesuaikan dengan kemampuannya, pada keadaan yang akan datang. Sesungguhnya memang tidak akan dapat menyamai keadaan pada masa lalu.)

08
Luwung kalamun tinimbang, ngaurip tanpa prihatin, Nanging ta ing jaman mangkya, pra mudha kang den karemi, manulad nelad Nabi, nayakeng rad Gusti Rasul, anggung ginawe umbag, saben saba mampir masjid, ngajap-ajap mukjijat tibaning drajat.

(Meskipun tidak memuaskan tapi masih lebih baik bila dibandingkan, dengan yang hidupnya tanpa laku prihatin. Namun pada jaman yang akan datang, yang digemari para anak muda, hanya sekedar meniru perbuatan Nabi. Rasulullah (yang ditetapkan oleh Tuhan) sebagai panutan dunia, selalu dijadikan sandaran menyombongkan diri. Setiap singgah ke masjid, mengharapkan mukjizat dapat derajat (kedudukan tinggi).)

09
Anggung anggubel sarengat, saringane tan den wruhi, dalil dalaning ijemak, kiyase nora mikani, katungkul mungkul sami, bengkrakan neng masjid agung, kalamun maca kutbah, lelagone dhandhanggendhis, swara arum ngumandhang cengkok palaran.

(Terus menerus tiada hentinya mendalami masalah syari’at, tanpa mengetahui inti sarinya. Ketentuan yang dijadikan sandaran peraturan di dalam agama Islam. Serta suri tauladan dari masa lampau yang dapat dipergunakan untuk memperkuat suatu hukum, dengan bertingkah laku berlebihan di dalam masjid agung. Bila berkhotbah seperti sedang nembang Dhandhanggula, suaranya berkumandang mengalun dengan cengkok Palaran.)

10
Lamun sira paksa nulad, Tuladhaning Kangjeng Nabi, O, ngger kadohan panjangkah, wateke tak betah kaki, Rehne ta sira Jawi, satitik bae wus cukup, aja ngguru aleman, nelad kas ngepleki pekih, Lamun pungkuh pangangkah yekti karamat.

(Bila engkau memaksakan diri meniru ajaran, yang dilaksanakan Kanjeng Nabi. Oh anakku! Terlalu jauh jangkauan langkahmu, dari dasar kepribadianmu tidak akan tahan uji, nak! Karena engkau adalah orang Jawa, sedikit saja sudah cukup. Janganlah berkeinginan mendapat pujian, lalu meniru perbuatan layaknya orang fakih. Asalkan engkau tekun dalam mengejar cita-citamu pasti akan mendapatkan rahmat pula.)

11
Nanging enak ngupa boga, rehne ta tinitah langip, apa ta suwiteng Nata, tani tanapi agrami, Mangkono mungguh mami, padune wong dhahat cubluk, durung wruh cara Arab, Jawaku bae tan ngenting, parandene pari peksa mulang putra.

(Alangkah baiknya mencari nafkah, karena telah ditakdirkan hidup miskin, lebih baik mengabdi pada raja, untuk bertani atau berdagang. Demikianlah menurut pendapatnya, dan menurut pendapat orang yang sangat bodoh, serta belum mengerti bahasa Arab. Sedangkan pengetahuan tentang bahasa Jawa saja tidak tamat, walaupun demikian tetap memaksakan diri mengajar anak-anaknya.)

12
Saking duk maksih taruna, sadhela wus anglakoni, aberag marang agama, maguru anggering kaji, sawadine tyas mami, banget wedine ing besuk, pranatan ngakir jaman, Tan tutug kaselak ngabdi, nora kober sembahyang gya tininggalan.

(Karena ketika masih muda dulu, walaupun hanya sebentar pernah mengalami perasaan tertarik pada soal agama. Bahkan berguru juga tentang ibadah haji, rahasianya yang menjadi pendorong utama terhadap maksud hati. Sangatlah takut pada ketentuan, yang berlaku pada akhir jaman kelak. Namun belajarnya belum sampai selesai telah terburu mengabdi, bahkan acapkali tidak sempat bersembahyang karena sudah dipanggil majikan.) 

13
Marang ingkang asung pangan, yen kasuwen den dukani, abubrah bawur tyas ingwang, lir kiyamat saben hari, bot Allah apa gusti, tambuh-tambuh solah ingsun, lawas-lawas graita, rehne ta suta priyayi, yen mamriha dadi kaum temah nista.

((Menghadap) kepada orang yang memberi nafkah, bila terlalu lama datangnya pasti mendapat marah. Sehingga membuat kacau balau perasaan hati, layaknya kiamat setiap hari. Apakah berat kepada Tuhan atau rajanya. Tingkah perbuatannya menjadi ragu-ragu, lama kelamaan terpikir di dalam hati. Karena terlahir sebagai anak seorang terhormat, bila ingin menjadi penghulu tentulah tidak pantas.)

14
Tuwin ketib suragama, pan ingsun nora winaris, angur baya angantepana, pranatan wajibing urip, lampahan angluluri, aluraning pra luluhur, kuna kumunanira, kongsi tumekeng semangkin, Kikisane tan lyan among ngupa boga.

(Demikian pula untuk menjadi khotib atau juru agama, juga tidak patut karena tidak punya wewenang jabatan tersebut. Lebih baik berpegang teguh, pada ketentuan kewajiban hidup. Menjalankan adat istiadat leluhur, sesuai dengan yang dijalankan oleh para leluhur, sejak jaman dahulu kala hingga kini. Keputusannya tidak lain hanyalah mencari nafkah hidup)

15
Bonggan kang tan mrelokena, mungguh ugering ngaurip, uripe tan tri prakara,  wirya, arta, tri winasis, kalamun kongsi sepi, saka wilangan tetelu, telas tilasing janma, aji godhong jati aking, temah papa papariman ngulandara.

(Salahnya sendiri jika tidak memerlukan sesuatu, yang patut menjadi pegangan hidup. Kehidupan yang patut dilengkapi dengan tiga macam syarat, ialah kekuasaan, harta, dan kepandaian. Bila sampai terjadi sama sekali tidak memiliki, salah satu dari tiga syarat tersebut, akhirnya akan menjadi orang yang tidak berguna, dan masih berharga daun jati yang sudah kering. Akhirnya hina papa menjadi pengemis, yang pergi tidak tentu arah tujuannya.)

16
Kang wus waspada ing patrap, mangayut ayat winasis, wasana wosing Jiwangga, melok tanpa aling-aling, kang ngalingi kaliling, wenganing rasa tumlawung, keksi saliring jaman, angelangut tanpa tepi, yeku aran tapa tapaking Hyang Sukma.

(Yang telah arif bijaksana melaksanakannya, dalam merangkum tanda-tanda kebesaran Tuhan yang terdapat di alam semesta. Pada akhir inti jiwanya, akan tampak jelas tanpa dihalangi tabir. Maka jiwa pun terbuka dengan jelas, hingga tampak jelas dari jauh seluruh peredaran jaman. Hingga seolah-olah tidak terbatas dan bertepi. Demikianlah yang dapat dikatakan bertapa dengan cara berserah diri secara mutlak ke haribaan kebesaran Tuhan.)

17
Mangkono janma utama, tuman tumanem ing sepi, ing saben rikala mangsa,masah amemasuh budi, lahire den tetepi, ing reh kasatriyanipun, susila anor raga, wignya met tyasing sesame, yeku aran wong barek berag agama.

(Demikianlah insan yang telah mencapai tingkat utama, yang kebiasaannya menyatu di tempat yang sunyi. Serta setiap saat berulangkali mempertajam olah budinya, dan sikap lahiriyahnya tetap berpegang, pada ketentuan jiwa ksatrianya yang rendah hati. Serta tahu benar menyenangkan hati sesama insan, dan sudah tentu dapat dikatakan insan yang serba baik, serta senang sekali pada ajaran agama.)

18
Ing jaman mengko pan ora, arahe para turami, yen antuk tuduh kang nyata, nora pisan den lakoni, banjur njujurken kapti, kakekne arsa winuruk, ngandelken gurunira, pandhitane praja sidik, tur wus manggon pamucunge mring makrifat.

(Pada masa mendatang tidaklah demikian adanya, gejala yang timbul pada kawula mudanya. Bila mendapat petunjuk yang benar, sama sekali tidak mengindahkannya. Selalu menuruti kehendak hatinya sendiri, bahkan kakeknya pun hendak digurui. Dengan mengandalkan gurunya, seorang pandita pejabat kerajaan yang arif bijaksana, serta memahami benar tembang Pucung yang mengarah pada uraian ma’rifat.)

AMALAN MENDAPATKAN ANAK KETURUNAN

Posted on

Rumah tangga terasa sepi jika belum ada momongan (anak), berikut ini kami ijazahkan amalan spiritual dalam rangka ikhtiar untuk mendapatkan anak. Bagi anda yang telah lama berumah tangga namun belum dikarunia anak, bahkan sudah berikhtiar kemana-mana namun belum juga membuahkan hasil, jangan berputus asa. Anda bisa mengamalkan doa wirid berikut ini.

Tatacara  :

Untuk Istri, lakukan puasa selama 7 hari (baik muslim maupun nonmuslim). Untuk suami puasa cukup 3 hari terakhir. Puasa dimulai hari Minggu maka berakhir hari Sabtu. Sementara sang suami mulai berpuasa mulai hari Kamis. Jadi sama-sama berakhir di hari Sabtu.

Amalan selama berpuasa :

  • Setiap akan berbuka puasa sediakan dua gelas air. Lalu bacakan Asma Allah : “Yaa Mushowwiru” sebanyak 21 kali.
  • Kemudian berdoa memohon kepada Allah, mohon diberikan karunia anak keturunan. Ingatlah, saat berbuka merupakan salah satu waktu yang mustajab untuk berdoa. Lalu minumlah air tersebut untuk berbuka puasa.
  • Dimalam hari selepas isya sediakan 1 gelas air, bacakan Asma Allah : “Yaa Allah Yaa Rahman, Yaa Allah Yaa Rahiim” sebanyak kali. Kemudian embunkan air gelas tersebut semalaman. Saat bersahur, berdoa memohon kepada Allah agar diberikan anak keturunan, lalu minumlah air gelas tersebut.

Anjuran :

Istri tidak boleh menjauh dari anak kecil. Sebaliknya disarankan harus sering-sering dekat dengan anak kecil atau bayi siapa saja, apalagi ikut merawatnya. Jika perlakuan anda terhadap bayi baik, tulus dan benar. Maka anda pantas mendapat tanggungjawab sebagai seorang ibu (insyaAllah, lekas dikaruniai anak).

InsyaAllah, dari pengalaman selama ini telah terbukti khasiatnya. Bilamana anda telah melakukan amalan ini belum berhasil juga, silahkan konsultasikan kepada kami via email dengan mengirimkan data diri (nama dan tanggal lahir). Semoga Allah mengijabahi. Demikian ilmu ini kami tularkan semoga bermanfaat.

Testimoni :

Assalamualaikum.Wr.Wb. Ki UMAR yang saya mulyakan, ALHAMDULILLAH tadi pagi istri saya test page, hasilnya + (positif), tinggal periksa ke bidan, mohon doanya semoga ini menjadi tanda terkabulnya doa kami akan keturunan yang sholih/ah. salam ta’dzim dan cinta lillah.. nuwun
Yth. Santribodoalhubbi, 13 Oktober 2010

Assalamualaikum, kepada Yth. Ki Umar yang dirahmati Allah ta’ala. Alhamdulillah berkah bulan ramadan Allah mengabulkan doa kami, yang sudah 2 th menantikan kehadiran anak, saya sudah positif hamil, tinggal periksa k dokter untuk memastikan. Mohon doanya ya Ki Umar dan teman semua semoga hasilnya sesuai harapan. Semoga saya dan bayi saya senantiasa diberi kesehatan, keselamatan & kelancaran sampai persalinan. Semoga menjadi anak yang sholeh dan sholekhah. Amin amin ya Rabbal alamin
Yth. Sam Kartikasari, 21 Agustus 2011

Assalamu’alaikum wrwb. Semoga Ki Umar sekeluarga senantiasa dalam limpahan rahmat Allah. Saya mewakili keluarga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Ki Umar yang telah mengijazahkan amalan ilmu hikmah ini kepada saya. Sungguh tak disangka saat kemarin mengecek ke dokter, istri saya dinyatakan positif hamil 2 bulan!! Akhirnya setelah 6,5 tahun pernikahan kami menunggu, alhamdulillah Allah mengabulkan doa harapan kami. Sekali lagi kami sampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Ki Umar Jogja atas segala doanya. Maturnuwun. 
(Sedulur RasaSejati, Nama disamarkan sesuai permintaan dari penulis)

—o0o—

Ki UmarJogja
rasasejati.wordpress.com

Pitutur luhur

Posted on

Sopo kang menehi kebecikan marang liayn, bakal winales becik dening liyan.
Barangsiapa berbuat kebaikan kepada orang lain, akan dibalas kebaikan pula dari orang lain
.
Kadonyan kang olo iku tegese mung ngangsa ngangsa golek bandha ndonya, ora mikirake kiwo tengene, ora mikirake batine wong liya.
Kesenangan dunia yang dinilai tidak baik itu adalah hidup yang hanya untuk mengejar kekayaan belaka, tidak peduli pada masyarakat, tidak peduli dengan perasaan orang lain.
Sugih ora marakke malih, dana driyah dadi rowang ngadhep Gusti Allah.
Kekayaan tidak merubah sifat hakiki (asli) pada diri seseorang, sedekah menjadi nilai tambah dihadapan Gusti Allah.
Gabah digengem buthuken, disebar lemah ngebaki sawah.
Harta yang disimpan atau digenggam sendiri pasti akan rusak (busuk), jika di sebar (sedekahkan) akan memenuhi kebaikan di dunia.
Nulung sakpepadhaning titah aja mikir wadhuk, kanthong lan wayah. Awan bengi yen turah isining kendhi lumunturno marang sesami.
menolong sesama jangang memikirkan perut, dompet dan waktu. Siang malam jika punya rejeki berlebih berikan sebagian kepada sesama. Maksudnya menolong sesama tidak perlu banyak pertimbangan.
 
Sopo luwih ora keno muni luweh.
Siapa yang mempunyai kelebihan harta tidak boleh acuh/tidak peduli dengan sesama
Dadiyo wong kang seneng nandur wiji keli
Jadilah orang yang suka menanam biji yang hanyut, maksudnya kita membantu orang lain tanpa harus mengharapkan balasan, biarkan saja di tempat mana kita akan mendapat balasan atas kebaikan kita.
Bandha donya bisa lunga, pangkat bisa oncat, bojo ayu bisa mlayu
Harta bisa hilang, pangkat bisa diambil dan istri cantik bisa pergi. maksudnya harta, pangkat dan istri cantik itu tidak ada artinya jika kita tak bisa menjaga dengan baik, karena suatu saat bisa diambil oleh yang Maha Kuasa.
Siji pesthi, loro jodho, telu tibaning wahyu, papat kodrat lima bandha kabeh kagungane Gusti Allah
kepastian (mati), jodoh, rejeki, kodrat dan harta adalah milik Allah, manusia hanya menerima dan menjalani saja.
itulah beberapa Falsafah Jawa tentang berserah dan saling membantu sesama karena “tiyang sepuh” menyadari bahwa apapun yang ada pada diri seseorang semuanya hanyalah titipan dan suatu saat akan hilang, akan lebih berguna apabila memberikan manfaat kepada sesama.

Kedatangan jamaah haji kebumen

Posted on